Perang Jagaraga Bali disebut juga Perang Bali II dan dipimpin Patih Jelantik. Perlawanan terhadap Belanda terjadi bersama rakyat Buleleng. Pertempuran ini dilakukan karena kolonial Hindia Belanda menghapus hak Tawan Karang.
Padahal hak tersebut berlaku dan dianggap penting kerajaan. Tawan Karang sendiri adalah tradisi Bali saat menemukan kapal karam atau terdampar. Nantinya kapal tersebut akan menjadi hak raja setempat sehingga krusial.
Penyebab dan Kronologi Terjadinya Perang Jagaraga Bali
Perlawanan Jagaraga dimulai sejak tahun 1848 hingga 1849. Penyebab utama kenapa perlawanan terjadi yaitu karena Raja Buleleng tidak taat terhadap perjanjian kekalahan perang 1846. Raja Buleleng dan Raja Karangasem menandatanganinya.
Kemudian menjadi bantuan perang Jagaraga Bali. Dalam perjanjian berisi kedua kerajaan berada di bawah kekuasaan Gubernemen serta mengakui raja Belanda. Selain itu dilarang membuat perjanjian dengan bangsa kulit putih lain.
Perjanjian tersebut berisi kewajiban menghapus peraturan Tawan Karang. Lalu harus membayar biaya pertempuran sebesar 300.000 gulden. Raja Buleleng membayar 2/3 sedangkan Raja Karangasem 1/3 dan wajib melunasi maksimal 10 tahun.
Sementara itu kronologi pertempuran terjadi setelah Perang Buleleng selesai. Raja, pimpinan pasukan hingga prajurit mulai memindahkan Kerajaan Buleleng menuju Desa Jagaraga. Pemindahan lokasi kerjaan memberikan banyak kelebihan.
Misalnya berbukit dan banyak jurang sehingga memudahkan serangan mendadak. Selain itu dilengkapi satu jalan penghubung sehingga mudah mengintai musuh. Jarak Jagaraga Pabean pendek sehingga mudah memahami pergerakan Belanda.
Sebelum perang Jagaraga Bali, Raja Buleleng yaitu I Gusti Ngurah Made Karangasem membuka strategi tempur. Hal ini dibantu Jro Jempiring dari 1846-1848. Penyusunan benteng, teknik pertempuran hingga membangun semangat dilakukan.
Dalam kurun waktu tersebut, meminta dukungan raja-raja lainnya di Bali. Selama Belanda menguasai Buleleng, faktanya tidak pernah merasa tenang. Apalagi Raja Buleleng membuat banyak huru-hara di Buleleng maupun Pabean sekitarnya.
Umumnya banyak perampokan terhadap kapal-kapal Belanda di Pelabuhan Pabean. Termasuk memboikot penjualan bahan makanan untuk serdadu kolonial Belanda. Kemudian melanggar semua perjanjian yang tertera pada perlawanan Buleleng.
Dampak Kekalahan Dalam Berkobarnya Jagaraga di Bali
Perang Jagaraga Bali pertama terjadi pada 8 Juni 1848. Belanda mengeluarkan serangan dari Pelabuhan Sangsit dengan 22 kapal tempur. Lalu membagi pasukan sebagai empat divisi tapi pasukan Jagaraga berhasil mengalahkannya.
Faktor kemenangan antara lain patriotisme tinggi serta ketaatan pada perintah bertempur. Termasuk melakukan serangan terpadu dan taktik bagus walaupun memakai meriam tradisional. Belanda juga menganggap remeh pasukan Jagaraga.
Sementara itu perang kedua terjadi pada April 1849. Serangan kedua menghadirkan 60 kapal tempur dan mengirim mata-mata. Lalu mendarat di Pelabuhan Pabean dan Sangsit di mana Patih Buleleng meminta damai.
Sayangnya permintaan damai ditolak sehingga serangan mulai dilakukan. Setelah kembali ke Jagaraga, benteng sudah diserang dan cukup hancur. Lalu I Gusti Ketut Jelantik beserta Raja Buleleng tewas dalam serangan mendadak.
Kekalahan dalam perang Jagaraga Bali tersebut terjadi karena tidak ada senjata yang mumpuni. Termasuk tidak memiliki pembinaan terhadap penduduk mengatasi mata-mata. Patih Jelantik juga terpancing keluar padahal menjadi pemimpinnya.
Selain itu tidak berhasil mengubah dari sistem pertahanan menuju penyerangan. Belum lagi Belanda sukses memecah pasukan Jelantik sehingga tidak bekerja dengan baik. Bahkan dengan mudahnya diterobos dan dihancurkan tanpa kesulitan.
Prajurit yang gugur dalam perang setidaknya 2.000 orang. Termasuk di dalamnya 38 penanda atau pemangku, 83 para manca, 80 pragusti hingga perbekel. Kejatuhan ekonomi, budaya dan sosial juga kemudian terjadi.
Nilai Keteladanan Perlawanan Jagaraga yang Dapat Dipelajari
Terjadinya perang Jagaraga Bali dihargai khususnya rakyat Bali Utara. Apalagi termasuk sebagai salah satu dari empat perang puputan Pulau Dewata. Salah satu keteladanan pertempuran ini adalah kecintaan terhadap tanah air.
Perang terjadi karena Raja Buleleng dan Raja Karangasem tidak ingin mengakui Raja Belanda sebagai pimpinan. Lalu masyarakat Bali semakin kuat mempertahankan wilayahnya. Tentu dilengkapi semangat berkobar dan penuh dengan api.
Kesatuan dan persatuan juga menjadi bagian dalam perlawanan tersebut. Apalagi tidak hanya remaja, anak-anak hingga remaja sudah ikut serta. Bahkan semua kasta hingga keluarga kerajaan juga mengeluarkan kontribusi yang besar.
Hal ini menjadi petunjuk jika pertempuran mampu menyatukan semua masyarakat Bali. Khususnya untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia tanpa kenal lelah. Semangat juang begitu besar karena perang puputan artinya adalah habis-habisan.
Perlawanan perang Jagaraga Bali begitu keras walaupun kurang senjata. Tapi tetap berani berjuang dan melawan pasukan Belanda yang lebih terlatih. Bahkan terus berjuang untuk melawan sehingga tidak terus menerus ditindas.
Kerelaan berkorban begitu luar biasa karena perlawanan tidak dilakukan untuk meraih kemenangan. Melainkan dilakukan untuk menyambut kematian musuh. Tidak heran terus dilakukan sampai musuh habis tanpa ada yang tersisa kembali.
Dalam pertempuran ini menunjukkan Patih jelantik sebagai pimpinan perlawanan yang baik. Bahkan bisa membuat rencana rapi meskipun sarana dan prasarana sangat kurang. Kesuksesan mengalahkan Belanda pada perang pertama buktinya.
Kemudian berperan melatih prajurit, membuat benteng, menambah semangat hingga meminta bantuan kerja sama. Wajar jika terus diingat sebagai tokoh besar. Karena perang Jagaraga Bali latar belakang dan kronologinya terus diingat.